Saturday, July 21, 2007

Photo keluarga Gede Madera, ..bersambung , tunggu kiriman






















Tolong dikirim photo keluarga lewat tapasudana@cegetel.net, agar bisa dimuat di blog ini, dan juga data tentang nama dan tanggal lahir anak, untuk meng up-date data silsilah keluarga Gema, alamat dan nomor telpon juga email , kalau mau dimuat di blog. Jadi silahkan semua keluarga Gema agar ikut bantu koreksi isi blog ini. Terimakasih. Tapa Sudana, anak tertua dari keluarga Gema yang terpental di Perancis hingga ......
















Hubungan keluarga, desa, negara, dunia & alam semesta.









Memandang dunia, alam kehidupan, diri kita sebagai 3 unsur, Tri Buana Agung, TriBuanaAlit, yang menyatu, maka segala hal dan persoalan bisa dilihat dengan 3 penglihatan dan 3 penilaian yang harus disatukan demi memelihara keseimbangan - pangkal kedamaian:








1 materi - disimbolkan dengan lambang segiempat
2 bayu, emosi, tenaga hidup - simbol bundar/bundar telor
3 pikiran, idea, cahaya, tenaga TUHAN, Maha Pencipta yang tak berbentuk tak terasa oleh panca indera kita tapi bisa ditembus, diselami dengan renungan cipta, diraba dengan “tangan inteleginsia” (“tangan-cipta”). - simbol segitiga.

Hidup kita dicipta secara lahir oleh ayah dan ibu. Selebihnya, kita halus berbuat, berkarma melanjutkan benih materi yang berjiwa ini. Badan kita bagaikan mobil untuk sang sukma. Badan sebagai rumah "jiwa/Atman" bagi manusia, sebagai pura , masdjid, gereja, sinagog ,klenteng candi, ...bagi orang yang beragama. Bekerja untuk memelihara kelanjutan hidup, hidup tiga dunia. Ada yang berlanjut, ada yang tak berlanjut, tak berhubungan di 3 dunia itu, harap diteliti elemen-elemennya.

Dari 3 unsur itu , yang manakah yang nasih hidup dan tetap berhubuungan. Itulah yang akan menjadi unsur penentu, penilai, penama, the determinant element of life or of relation.

Bicara tentang ikatan, tentang hubungan, tentang keluarga, jalinan, ….

Hubungan keluarga, berbenih dari ayah ibu, jalinan badan dan rasa yang dikembangkan oleh cipta. Nah, persoalannya sekarang kalau cipta, politik, buah pikir, agama, bahasa, sarana itu berbeda maka hubungan akan berbeda dan terbatas. Pikir, rasa, bicara, dan laku/kerja yang menyata, yang melahir, yang mengada adalah sarana perhubungan, persaudaraan. Mengada atau tak mengada (seperti monolognya Hamlet, to be or not to be) itulah soalnya.

Mengadakan "sesuatu" untuk kebutuhan hidup yang melaras dengan diri dan lingkungan, itu namanya bekerja, yang terus berlaku dalam diri manusia. "Bekerja", artinya bukan saja kerja cari duit, yang bekerja didiri manusia yang hidup juga dilakukan oleh bawah sadar. Jadi sesudah pensiunmun orang akan terus men"derita" dipekerjakan oleh alamnya. Bahagialah orang yang sadar akan makna kerja abadi, makna, arti manifestasi bayangan evolusi alam semesta didiri kita. Wyapi wyapaka, dimana mana ada, diluar didalam diri menyatu, kenyataan mencermin didiri,yang di cermin menyata, kenyataan menyata, pencerminan memantul, sling pantul, hanya ADA, titi(jembatan ke alam TiADA.

Dua hal, dua benda (dua atau banyak) yang mempunyai unsur yang sama akan menjalin hubungan secara naturel, seperti hubungan persaudaraan. Satu unsur yang sama tak bakal cukup menjalin hubungan yang kuat, bila satu unsur yang sama itu bukan merupakan unsur penentu. Menentukan ikatan. Persamaan unsur penjalin, penghubung itulah yang membentuk keluarga, satu warga; Internet ber Link, air akan menjadi wifi dalam pengertian air mempunyai tiga wajah keADAan: cair, hawa/udara tanpa passport, padat meng Es, sulit dipecahkan, ES BATU.. ha haaaaa

Beda agama, beda banjar, beda rumah, dan lain-lain perbedaan yang ada diantara manusia (atau apa saja) yang mau berhubungan itu harus dimenngerti dan ditoleransi, supaya kita bisa hidup damai bersama. Bisa karena biasa. Membangun kebiasaan, jalan keilmuan, pengertian, kebahagiaan. Be in joy, joyfully be.
Dalam situasi hidup yang pernuh dilingkungi perbedaan, pandanglah perbedaan itu bagai keaanekaan, bhineka tungga eka, itu tuntunan yang patut dituntut, diturut. Memelihara kesetimbangan bathin, mengendalii aneka warna emosi-beraksi, kebijaksanaan lah pengendaliannya. Yang bijaksana adalah meraka yang mampu memahami lingkungannya dan seSAMAnya. Sama sama tanpa nama a Man.
kebijaksanaan dicocok tanam di pikiran, di otak di kepala tribuana bersimbmul segitiga.
Dari pikir/idea, lahir aksi, aksi sehari hari berbentuk kerja dan latihan, latihan mengukir keBIASAan, kebiasaan mencipta watak, karakter, karakter adalah bagai mesin yang pintar dengan aksi otomatis, it. is so naturally, jeg suba keto suba solahne, orak obah. Aksi jenis produk karakter yang mengendarai: mengendali nasib.

 


Tentang warga banjar, warga kampung, warga leluhur, warga agama itu masing masing punya batasan yang tertentu dan yang satu mempengaruhi yang lainnya. Untuk mengerti "sesuatu" secara mendalam, harap diteliti dengan jelas dan hormat: 1.sarana penghubungnya; batas-batas hubungannya; 2.mengerti tujuannya, tujuan jangka pendek dan jangka panjang; 3. Ditela'ah: diperiksa landasan/dasar kebahagiaan/kriteria kepuasan/ kriteria salah-benar/ kriteria baik-buruk.

Undang-undang negara, undang-undang banjar, jalinan keluarga hendaknya disesuaiakan dengan zaman/waktu, lingkungan/desa dan anggotanya.
Kewajiban memberi hak.
Ada kewajiban yang harus dibayar dengan kehadiran jiwa raga, materi dan spirituil untuk memelihara kehidupan yang rukun.
Persaudaraan yang seimbang menjamin kerukunan dan ini tergantung dari banyak hal, sepeti pengertian, tingkat kepinteran, keseimbangan kekayaan, tenaga, politik, agama, ....
Anggota keluarga, warga banjar, warga negara yang memilih, menanggung resiko. Pilihan, lahir dalam bentuk keputusan. Nah, ini, kata “keputusan”: mengandung sesuatu yang putus. Harap dimengerti “sesuatu” telah putus dalam pilihan. Apa itu? Harus diteliti dengan cermat dan hening sukma.
Orang yang tak tinggal disatu tempat akan putus hubungan pisiknya dengan kehidupan ditempat itu, putus hubungan pisik membawa putus hubungan rasa dan pikir. Hubungan pikir bisa dijalin lewat kata-kata, internet ataupun surat dan telephon.
Harap diselami kata “sanggah kemulaan” itu sebagai awal mula. Benih-hidup berkembang, berpindah. Mulanya berbenih sebagai bayi disatu tempat, sebagai Atman, benih hidup yang datangnya dari Brahman, the BIG BANG, “Hening Hampa Bercahaya”, inilah yang saya sebut Tuhan.
Orang tua adalah sebagai penyalur, pelahir kehidupan sang anak didunia. Perlu diselaraskan dengan zaman, hak dan kewajiban orang tua dan anak. Bentuk dan konsepnya SangPencipta/Tuhan itu tak bakal terbatas pada perwujudan disegala agama, tetapi lebih jauh lagi dari ciptaan teknologi dan buah pikiran manusia, baik itu berupa tenaga dalam, bayu, kata-kata … Patung, gambar, kata-kata yang menggambarkan TUHAN itu hanyalah bagai pintu masuk kedalam kamar Sang Pencipta Alam Semesta.
Semua yang kita lakukan didalam hidup ini adalah persiapan untuk mati., menghidupi kematian, agari karya kita hidup terus meski badan sudah tak ada. Segala yang lahir akan mati. Tuhan itu tak berbentuk, tak terbayang oleh pikiran dan kata-kata, tapi manusia membikin pilinggihnya, tempat duduknya bagai padmasana, berbentuk kursi; siapa yang duduk di “kursi agung luhur itu” terserah daya cipta manusia yang memujanya. Hasil ciptaan ini tergantung dari olah tri buana, olah pikir, rasa dan badan, olah idea, olah materi dan olah bayu/tenaga hidup, yang berbeda tingkatnya ditiap orang.
Manusia lahir, terlontar dari AWALnya, tapi ini bukan berarti ciptanya lepas dari AWALnya. Hubungan itu harus dipelihara, dan bentuknya berbeda bagi setiap orang, tergantung pada keadaan materi, tenaga dan idea/pengertian. Keterbatasan ini harus disadari oleh semua pihak yang bersangkutan, dan harus dihormati serta dipelihara hidupnya, hubungannya.
Hak dan warisan yang diterima itu akan syah bila pewarisnya menjalani kewajibannya.

Mengembangkan kesadaran, mendalami kesadaran, memeluk dunia dengan badan, rasa dan pikir, menyatu dengan lingkungan dengan rasa damai, inilah kerja yang harus dilakukan oleh setiap orang yang hidup didunia ini. Semasih nafas menjiwai kehidupan, janganlah membekukan pandangan, jangan membekukan pikiran. Bahkan buah pikiran hasil renungan itu akan selalu berkembang, bagai waktu, dihidupi oleh waktu, meluncur tak bakal berhenti, matipun tak sanggup menyetop waktu. Maka, buah pikiran kita itu harus dituruti, kalau tidak buah pikiran kita itu bisa membusuk, meracun, membunuh mati diri kita.

Nah dari sini bisa dimengerti, kebahagiaan dan kesehatan itu tergantung dari buah apa yang dimakan oleh otak itu. Dan Buah itu datangnya dari pikiran sendiri. Nah, amat-amatilah kata-bisara orang. Mereka yang dari mulutnya keluar kata-kata yang busuk, itu artinya hatinya busuk, tak perduli kata busuk itu untuk orang lain atau untuk dirinya.

Banyak orang hidup membawa kematian, meneruskan “konsep” yang sudah mati. Siapa yang membunuhnya? Manusia, jaman, lingkungan, waktu. Juga yang menghidupinya.

Selamat berkembang.
Salam sejahtera, semoga kita bisa selalu berhubungan dengan sumber kehidupan, kehidupan tiga dunia demi kesatuan.....persatuan.
Salam untuk semua keluarga di Bali dan di Jakarta, di Jogya, di Perancis, di dunia atau dimana saja.
Workshop expressi Tribuana sudah disemikan dibeberapa benoa/ negara. 1989-2011 masa penebarannya.
yout tube video tribuana workshop:


one of video workshop at Teatro del Montevaso a project of Grundvigt involving young people of some European country.
workshop at Teatro del Montevaso 2011 project Grundvigt